TONGSENG PAK KRIBO
Inilah Surga di Atas Piring

Jl. Kaliurang No. 15B, Pakem Binangun, Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55582 0856-0108-7635 Lihat peta

Di Tongseng Pak Kribo, kita bisa melahap 'surga' di atas piring, meskipun harus mencicipi sedikit 'neraka' di kepala.

Diperbarui tgl 23 Desember 2021

Gerobak Pikul Tongseng Pak Kribo

Gerobak Pikul Tongseng Pak Kribo
(YogYes.com / Jaya Tri Hartono)

Waktu Buka Tongseng Pak Kribo
Setiap hari pk 17.00 - sampai habis

Harga Minuman (2018)
Teh - Rp.2000

Harga Makanan (2018)
Tongseng - Rp.23.000
Gulai - Rp.20.000
Tengkleng - Rp.20.000
Nasi - Rp.3.000

Susan Sontag, kritikus kebudayaan yang terkenal di Amerika Serikat pada paruh kedua abad 20, pernah menulis, "Semua orang memegang kewarganegaraan ganda saat lahir, di negeri sehat dan di negeri sakit. Meskipun kita semua lebih senang menggunakan paspor pertama, cepat atau lambat, meskipun hanya sebentar, kita semua akhirnya harus tinggal di tempat kedua." Pak Kribo, pendiri sekaligus simbol identitas Tongseng Pak Kribo, sedang di negeri yang kedua sebulanan ini. Maka saat datang dengan niat mencoba tongseng yang sudah ia jual sejak 1988, meneruskan jejak ayahnya yang mulai berjualan sejak awal kemerdekaan, ia tidak di sana.

Baca juga:

Saya memang sedikit kecewa, sebab warung olahan kambing yang menjajakan menunya di emper kios depan Pasar Pakem ini tidak hanya menjual makanan, tetapi juga menjual penampilan Pak Kribo yang khas: rambut bak brokoli, kemeja lengan panjang, celana kain, dan sepasang sepatu pantofel mengkilat. Singkatnya necis. Namun apa mau dikata, negeri sakit sedang mengklaimnya. Untunglah, saat suhu Indonesia bagian kaliurang sedang dingin-dinginnya karena aphelion malam itu, saya bisa mencicipi identitas warung itu pada ketiga palayan yang masih terus berjualan tanpa Pak Kribo. Mereka melayani pelanggan dengan pakaian necis ala Pak Kribo. Minus kribonya saja.

Dan tentu saja, saya juga mencicipi (melahap sih tepatnya) menu-menu kambing yang katanya begitu keukeuh dipertahankan keasliannya oleh Pak Kribo seperti ia keukeuh mempertahankan gaya berpakaian dan gerobak pikulnya. Untuk giliran pertama, saya mencoba tongseng-nya, yang untuk sementara dimasak oleh asistennya yang paling senior, Dwi Andika. Daging kambing muda direbus bersama kol dan tomat di kuah opor (masakan istri Pak Kribo dari rumah) yang dipertajam dengan gula merah, kecap, dan rempah-rempah. Semua campuran ini lalu dibiarkan mendidih di atas kompor briket dan siap disajikan sekitar lima belas menit kemudian. Kesan yang tinggal pada saya, sayangnya, daging kambing mudanya alot. Semua perpaduan rempah-rempah di kuah coklat itu tertutupi oleh tekstur daging yang tidak sesuai selera saya. Setebak saya, durasi waktu memasaknya yang relatif sebentar membuat dagingnya tidak lembut sempurna, selain tidak membiarkan bumbunya meresap masuk. Tetapi untuk keadilan tongseng, Mas Jaya, fotografer YogYes, dan dua kawan saya yang ikut bersantap, senang dengan teksturnya.

Kasusnya berbanding terbalik saat saya menyantap dua hidangan lainnya. Pertama, gulai berkuah kental kuning-hijau santan berisi babat, kikil, paru, dan otak. Lidah saya yang memang senang dengan isi dalaman langsung bersalsa . Kentalnya kuah santan dan dalamnya nikmat jeroan—khususnya paru dan otak buat saya—benar-benar orgasmic. Lalu giliran tengkleng yang saya cicipi. Pak Agus, keponakan Pak Kribo yang mengawasi dan membantu warung untuk sementara, memberitahu saya bahwa tulang-tulang kambing itu sudah dimasak selama kurang lebih empat jam agar lembut. Dan wah, wah, memang lembut sekali! Sudah sejak saya pertama menggigit daging dari tulang kelembutannya nyata terpampang: sisa daging lepas dari tulang seperti cicak lepas dari dinding yang basah. C'est délicieux!

Sepiring nasi, tongseng, gulai, dan tengkleng begitu mengenyangkan saya. Saya senang sekali, meski setelah berhenti mengunyah, kepala saya pusing berdenyut-denyut. Kambing-kambing yang masuk sudah bekerja. Tak apa. Demi 'surga' di dua piring, mencicipi sedikit 'neraka' di kepala bukan apa-apa.

Saat saya berkendara turun dari gigil-gelap kaliurang malam itu, binar lampu kota seperti datang dari negeri lain. Lalu saya teringat kembali bahwa Pak Kribo sedang ada di negeri yang lain. Semoga ia segera kembali ke negeri sehat.

Cara menuju ke sana:
Dari Titik Nol Kilometer Yogyakarta - Jl. KH. Ahmad Dahlan - Jl. Bhayangkara - Jl. Jogonegaran - Jl. Kemetiran Kidul - Jl. Letjen Suprapto - Jl. Tentara Rakyat Mataram - Jl. Tentara Pelajar - Jl. Magelang - Jl. Padjajaran - Jl. Kaliurang

Baca juga:
view photo