SENTRA DAWET AYU JALAN KUSBINI
Kuliner di Depan Bengkel Kereta Api

Jl. Kusbini (depan Balai Yasa), Yogyakarta, Indonesia Lihat peta

Jogja memang surganya kuliner, hingga kita tak perlu jauh-jauh ke Banjarnegara untuk mencicipi perpaduan segar dan manisnya dawet ayu. Tak hanya rasanya yang nikmat, kuliner yang banyak ditemui di Jalan Kusbini ini pun penuh cerita dan filosofi.

Diperbarui tgl 23 Desember 2021

sentra dawet ayu

(YogYes.com / Jaya Tri Hartono)

Harga
Rp 3.000

Buka setiap hari

"Kakang kakang pada plesir (maring endi yayi). Tuku dawet, dawete Banjarnegara. Seger adem legi (apa iya). Dawet ayu, dawete Banjarnegara." - Lirik lagu "Dawet Ayu Banjarnegara" oleh Bono, seniman asal Banjarnegara.

Baca juga:

Lagu berjudul Dawet Ayu Banjarnegara yang populer sekitar tahun 1980-an disebut-sebut sebagai awal mula penamaan minuman ikonik dari Banjarnegara ini. Namun menurut sastrawan kenamaan asal Banyumas, Ahmad Tohari, penamaan dawet ayu berasal dari cerita turun temurun yang mengisahkan tentang seorang penjual dawet berparas cantik. Sehingga dawet yang dijualnya dijuluki dawet ayu.

Meskipun dawet ayu merupakan minuman khas Banjarnegara, namun tak perlu jauh-jauh pergi ke Banjarnegara untuk menemukannya, karena para penjaja dawet ayu telah tersebar ke seluruh pelosok Nusantara, salah satunya adalah ke Jogja. Kita bisa menemukan minuman manis menyegarkan ini di sepanjang tepi Jalan Kusbini, tepatnya di depan bengkel kereta api terbesar, Balai Yasa Pengok. Maka ke kawasan itulah YogYES memacu kendaraan siang ini untuk mencicipi rasa manis segarnya.

Di antara deretan pohon kenari raksasa (Canarium amboinense), beberapa pikulan dawet ayu yang biasa disebut angdayu atau angkringan dawet ayu banyak terlihat, lengkap dengan ornamen khas dua tokoh pewayangan Semar dan Gareng di kedua sisi pikulan sebagai ciri khasnya. Bukan tanpa alasan dua tokoh punokawan ini dijadikan hiasan di kedua sisi pikulan angdayu. Paduan kata Semar dan Gareng dapat menciptakan kata 'mareng' yang dalam Bahasa Jawa berarti kemarau. Simbolisasi dua tokoh punokawan ini sesuai dengan dawet ayu yang cocok untuk melepas dahaga ketika matahari bersinar terik di kala kemarau.

Melihat angdayu lebih dekat, terlihat dua gentong besar yang terbuat dari tanah liat berisi dawet dan santan di tempatkan di sisi kiri dan kanan angdayu. Penggunaan gentong-gentong dari tanah liat ini dipercaya membuat dawet dan santan yang disimpan di dalamnya menjadi dingin tanpa perlu ditambah es. Namun, meskipun tetap memakai gentong, saat ini kebanyakan dawet ayu disajikan dengan tambahan es batu. Seperti dawet yang dijajakan Pak Puji Haryanto, seorang penjual dawet ayu yang sudah delapan belas tahun menjajakan dagangannya di Jogja.

Aroma pandan dan buah nangka, paduan rasa manis gula jawa serta gurihnya santan kelapa menjadi ciri khas Dawet Ayu. Namun manisnya sirup gula Jawa terasa paling mendominasi meskipun telah dicampur dengan kuah santan gurih. Dawetnya pun terasa kenyal dan lembut, berbeda dengan tekstur dawet kebanyakan. Menurut Pak Puji, rasa kenyal dan lembut itu diperoleh dari bahan dasar dawet ayu berupa campuran tepung sagu aren dengan tepung beras, kemudian diberi pewarna alami dari daun pandan. Sedangkan dawet pada umumnya hanya dibuat dari tepung sagu aren. Sensasi rasanya pun semakin nikmat dengan potongan kecil daging buah nangka.

Dahaga yang sedari tadi mengeringkan tenggorokan lenyap dalam sekejap setelah meneguk dawet ayu yang rasanya begitu menyegarkan. Rasanya semakin lengkap ketika menikmatinya di bawah naungan pohon-pohon besar nan rindang di sepanjang Jalan Kusbini, terlebih ketika cuaca Jogja sedang terik-teriknya. Lebih spesial lagi karena untuk mencicipinya kita tak perlu merogoh kantong terlalu dalam.

Cara menuju ke sana:
dari Stasiun Lempuyangan ke arah barat - Jl. Lempuyangan - Jl. Hayam Wuruk - PT KAI (Daop 6 Yogyakarta) belok kanan - Jl. Tukangan - belok kanan ke Jl. Krasak Timur - belok kiri ke Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo - Valentine Modiste belok kanan - Jl. Kusbini - Sentra Dawet Ayu

Baca juga:
view photo