MI LETHEK BALUNGAN MBAH SUR
Kurangi Gengsi Kalau Tak Ingin Lidah Mati Rasa
Diperbarui tgl 23 Desember 2021
Mie Lethek Balungan
(YogYes.com / Jaya Tri Hartono)
Waktu Buka Mi Lethek Balungan Mbah Sur
Setiap hari pk 16.00 - 01.00 WIB
Harga Makanan (2018)
Rp15.000 - Rp28.000
Harga Minuman (2018)
Rp3.000 - Rp6.000
Baru pertama kali ini saya direndahkan habis-habisan oleh sebuah warung makan. Bagaimana tidak, saya yang lulusan sarjana, hanya dianggap berlevel SD ketika memesan makanan. Pengalaman ini hanya akan kita dapatkan di warung makan Mielung Ayam Kampung Mbah Sur. Akan tetapi, apakah dengan berkunjung ke tempat ini bakal menjadi pengalaman yang buruk? Tunggu dulu.
Malam itu pukul 19.30 WIB tim YogYes datang ke warung makan Mielung Ayam Kampung Mbah Sur 1 yang berada di sudut kabupaten Bantul. Warung belum buka. Meskipun begitu, sudah ada 6 orang di sana sebelum kami datang. Kira-kira kami menunggu selama 30 menit hingga seorang laki-laki berusia kepala 6 berpakaian kemeja, sarung, lengkap dengan kopiahnya datang mengendarai motor. Belakangan kami tahu bahwa ia adalah Mbah Sur. Mungkin ia baru selesai salat tarawih di masjid, pikir kami.
Setelah pihak penjual sudah bersiap-siap di dapur, kami mengambil kertas daftar menu. Tidak seperti kebanyakan warung bakmi Jawa yang tidak menjadikan balungan sebagai menu utama, di warung makan Mielung Ayam Kampung Mbah Sur ini justru kebalikannya. Menu mi lethek balungan atau mielung menjadi menu andalan karena banyak yang memesannya. Mi lethek ini terbuat dari tepung tapioka dan tepung singkong tanpa tambahan bahan pengawet maupun zat kimia, sehingga mi ini akan berwarna putih kusam. Orang menyebut mi lethek karena dalam Bahasa Jawa lethek berarti kusam.
Kami pun menuliskan menu mielung di kertas pesanan yang tersedia, satu rebus dan satu lagi goreng. Yang membuat kami terbelalak saat membaca daftar menu, warung yang memiliki interior sederhana ini menetapkan level pedas yang begitu bombastis, mulai dari gurih tanpa cabai, PAUD 2 cabai, TK 4 cabai, SD 6 cabai, hingga S3 40 cabai dan S3+ 50 cabai. Warung ini benar-benar tidak tanggung-tanggung memberi level pedasnya. Saya yang notabene tidak terlalu suka sensasi pedas—maksimal biasanya hanya makan dengan 3 cabai—akhirnya memesan makanan dengan level SD, berhubung saya tidak mau memalukan diri dengan memilih level pedas TK apalagi PAUD. Meskipun sebenarnya saya masih malu memesan makanan dengan level SD itu.
Di dapur, Mbah Sur beserta karyawannya yang semuanya berjenis kelamin wanita menunjukkan kebolehannya memasak mi lethek balungan di atas kompor gas. Satu-satu mereka memasukkan bumbu rempah, telur, sayuran, mi lethek yang sudah direndam air, dan terakhir memasukkan balungan yang tentu saja sudah dimasak terlebih dahulu sebelumnya. Wangi bumbu yang menyeruak dari mi yang dimasak pun perlahan menyusup indra penciuman. Setelah mi dituangkan di piring, tak lupa mereka menaburkan bawang goreng.
"Cuma kepepet. Pertama pelangganku yang Melikan (nama daerah) sana, Sekcam-nya (Sekretaris Kecamatan) Bantul Pak Maryono, meminta mi lethek-nya pakai balungan," kisah Mbah Sur saat kami menanyakan bagaimana proses penemuan resep mielung.
Tak lama kemudian seorang perempuan meletakkan makanan pesanan kami di meja. Saya pun kembali menghampiri meja lagi, tak sabar untuk menyantap mielung goreng, sementara tim YogYes yang lain menyantap mielung rebus. Rasa pedas mi-nya langsung menyebar di mulut. Di tengah-tengah mengunyah mi, saya juga menggigit balungan dengan tangan. Menyantap balungan lebih enak menggunakan tangan, tanpa sendok. Cara makan balungan yang khas itulah yang menjadi daya tarik. Kenikmatan hakiki makan makanan yang satu ini memang terletak pada ketelitian menggigit dan menemukan daging yang masih ada di sela-sela tulang. Pantas saja bila orang-orang menyebut makan balungan itu memiliki seni atau keterampilan tersendiri. Tak perlu khawatir jika tangan kotor, mielung yang diantarkan tadi sudah dilengkapi dengan mangkuk berisi air untuk kobokan.
Baru seperempat porsi, keringat saya sudah mulai bercucuran. Sensasi pedas dari mi lethek dan balungan-nya begitu luar biasa. Mi lethek dan telur yang sudah diorak-arik masih terasa gurih meskipun pedasnya mendominasi. Mi-nya yang bertekstur mirip dengan bihun hanya lebih tebal dan warnanya lebih keruh, begitu lembut kala dikunyah.
Saat melihat proses pembuatan mi lethek goreng maupun rebus tadi, kami menyadari adanya kotak plastik besar berisi cabai yang sudah diblender. Belakangan kami sadar bila Mbah Sur maupun karyawannya hanya mengira-ngira jumlah cabai dengan menyendoki cabai blender. Pedasnya luar biasa. Saya sarankan jika memesan mi lethek balungan, jangan menuliskan level lebih dari TK jika memang tidak siap dengan sensasi pedas spektakulernya. Jangan menuruti rasa gengsi bila ke warung makan Mielung Ayam Kampung Mbah Sur.
Text Sari Jauharoh
Copyright © 2018 YogYes.com
Cara menuju ke sana:
dari Titik Nol Kilometer Yogyakarta ke barat - Jl. KH. Ahmad Dahlan - Jl. Suryowijayan - Jl. Bantul - Jl. Srandakan - Setelah Pasar Mangiran Belok Kiri - Belok kiri lagi di gang kedua - Perempatan belok kanan - Pertigaan pertama belok kiri - Mielung Ayam Kampung Mbah Sur 1