BAKSO IRONAYAN
Pak Jam dan Baksonya yang Makin Dikunyah Makin Terasa Dagingnya

Dusun Ironayan, Ngipik, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta, Indonesia 0857-9216-0049 Lihat peta

Terselip di kampung Ironayan, warung bakso yang satu ini menyuguhkan bola-bola kenikmatan yang dipelajari dari ketekunan.

Diperbarui tgl 23 Desember 2021

bakso ironayan

(YogYes.com / Jaya Tri Hartono)

Waktu Buka Bakso Ironayan
Sabtu - Kamis pk 10.00 - 20.00 WIB

Harga (2018)
Rp12.000

Di suatu siang di tahun 1985, Pak Jamhari, kala itu pangangguran, kebetulan sedang di pasar tanpa tujuan. Di tengah hiruk pikuk transaksi jual beli ini, matanya mengerti dan kakinya seakan tanpa komando mengikuti seseorang yang nampaknya sedang berbelanja bahan untuk membuat bakso. Ia perhatikan, bak mata-mata, bahan-bahan apa saja yang orang itu giling bersama daging sapi untuk membuat bola-bola kenikmatan yang secara historis berasal dari negeri tirai bambu. Siang itu adalah sebuah siang yang biasa bagi sebagian orang, tetapi bagi Pak Jamhari, siang itu mengubah hidupnya selamanya.

Baca juga:

Sebelum menganggur, Pak Jamhari sebenarnya pernah merantau sebagai tenaga proyek pembangunan di Jakarta, lalu Bandung dengan gaji lumayan. "Ikut orang Jepang," jelasnya. Namun karena pekerjaan serabutan memang sifatnya tidak tetap, ia akhirnya kembali segera ke status pengangguran. Dan kota rantau tidak juga menawarkan ganti. Akhirnya, ia kembali ke Yogya, kebetulan sedang ada lowongan proyek pembangunan juga. Ia mendaftar dan diterima. "Hari Senin harus masuk," katanya mengingat. Namun apa lacur, maut tanpa permisi bertandang dan membawa pergi mbah-nya, sehingga ia tak hadir di hari itu. Ia tetap menganggur.

Sampai siang di pasar tadi, seminggu kemudian, memantapkan hatinya membeli sekitar dua kilo daging dan mencoba. Ia sudah meminta izin orang tua dan istri yang sama-sama mendukung. "Ya nggak apa-apalah, daripada (cari) kerja sulit," kata Kusminah, istrinya. Pak Jam mengingat, membeli, dan menggiling daging dan bahan-bahan. Hari itu, ia mulai berjualan keliling di sekitar Banguntapan dengan harga seporsi tujuh puluh rupiah.

Pada masa-masa awal, Pak Jam, yang memang hanya mengandalkan observasi tanpa sama sekali bertanya, banyak menerima candaan. "Waktu pertama jualan, diketawain orang saya itu," katanya tertawa juga. Pak Jamhari yang belum tahu teknik membulatkan bakso membulatkannya seakan bakso adalah onde-onde sehingga jadinya gepeng-gepeng tidak karuan. "Ini bakso apa gatot?" kenang Pak Jam akan salah satu komentar pelanggannya.

Namun setelah hari pertama, setiap hari adalah hari baru untuk mencoba. Seperti ilmuwan di laboratorium, Pak Jam terus memodifikasi bahan dan teknik yang ia gunakan, meski selalu belum sempurna. Lalu perubahan signifikan datang tatkala suatu hari ia menonton TV dan melihat secara langsung apa yang tentu sudah lama menjadi pertanyaannya: cara sebenarnya membulatkan bakso. Memang tidak langsung sama, ada yang besar, ada yang kecil. Hanya saja, bisa dibilang setelah itu hanya cerita bahagia.

Setelah tiga tahun, ia berhenti berkeliling dan menetap di rumahnya. Untung dari menjual minuman es yang lebih besar dari berjualan bakso membuat jualan berkeliling mantap ia tinggalkan. Ia juga mengubah komposisi perbandingan bahan-bahan baksonya. Yang awalnya satu kg daging berbanding satu kg kanji, menjadi sembilan kg daging berbanding satu kg kanji. Selain itu, Pak Jam juga menyadari bahwa mencampurkan daging halus dengan denging berserat menghasilkan bakso yang lebih enak dibandingkan menggunakan daging halus nomor satu saja. Pak Jam ingin baksonya enak. "Saya pengen maju."

Sekarang Warung Bakso Pak Jam Ironayan yang mblusuk tetapi tidak sulit ditemukan di peta daring sudah begitu luas setelah tiga kali mengalami renovasi. Kursi-kursi panjang dan meja-meja lesehan setiap hari menampung pelanggan baik dari sekitar warung yang sekaligus rumahnya itu, juga mereka yang datang dari jauh dan penasaran. Tidak hanya pesanan reguler, pesanan dalam jumlah banyak pun sudah menjadi hal biasa bagi Bakso Ironayan. Saat saya bertemu Pak Jam, Ibu Kusmina sedang berbincang dengan dua orang pelanggan yang akan mengadakan acara dan memesan tujuh puluh lima porsi bakso.

Kuah Bakso Ironayan cukup berbumbu, tetapi tetap tidak seenak deskripsi Pak Jam pada saya. Bukan kental dengan kaldu tulang dan sumsum, tetapi masih nampak cair dan bening. Bila ada yang istimewa dari bakso Pak Jam, tentu bukan kuahnya. Bakso goreng yang terlalu keras dan mie kuningnya juga biasa saja. Oh tetapi bulatan baksonya, ini enak sekali: selaput tipis sedikit kenyal membungkus halusnya gilingan daging yang tidak hanya nampak kemerahmudaan, tetapi juga memang terasa daging sekali. Makin saya kuyah, makin terasa dagingnya. Saking enaknya, semangkuk bakso berisi empat bulatan saya habiskan dalam waktu singkat. Pak Jam ingin maju, kelihatannya sudah tercapai.

Cara menuju ke sana:
Jl. Panembahan Senopati - Jl. Brigader Jenderal Katamso - Jl. Kolonel Sugiyono Jl. Sisigamangraja Jl. Imogiri Barat - Jl. Ringroad Selatan - Jl. Ngipik

Baca juga:
view photo