KARANGAN
Kudapan Langka dari Tepi Selatan Jogja
Diperbarui tgl 23 Desember 2021
Lapak Karangan
(YogYes.com / Jaya Tri Hartono)
Waktu Buka Karangan
Di Pasar Turi setiap pasaran Pahing
Pukul 07.00 - 12.00 WIB
Harga (2018)
Rp500
Dua per tiga dari keseluruhan wilayah Indonesia adalah perairan. Tak diragukan lagi apabila negara ini memiliki berbagai macam kekayaan laut yang sangat berlimpah. Salah satu komoditas andalan Indonesia adalah rumput laut. Tanaman yang satu ini tumbuh subur di Indonesia. Tak sedikit masyarakat yang memanfaatkan rumput laut sebagai salah satu sumber penghidupan.
Rumput laut bisa diolah menjadi berbagai macam makanan dan minuman. Jenis bahan pangan ini selain rasanya yang enak, juga mengandung berbagai unsur gizi yang baik bagi tubuh. Salah satu olahan dari jenis rumput laut adalah makanan tradisional di kecamatan Kretek, kabupaten Bantul bernama Karangan. Tidak banyak yang tahu jenis makanan ini, meskipun lahir dan besar di Bantul sekalipun. Apalagi saat ini semakin banyak kuliner kekinian yang menjadi primadona tersendiri di kalangan anak muda.
Makanan lokal Karangan ini sudah mulai langka keberadaannya dan hanya bisa ditemukan di beberapa pasar tradisional antara lain di Pasar Turi setiap pasaran Pahing saja, Pasar Celep, dan di Pasar Ngangkruksari yang semuanya berada di Kretek, Bantul. Produsen kuliner lokal ini mungkin hanya tinggal satu, yakni seorang wanita berusia 64 tahun bernama Rukidem. Ia masih melanjutkan tradisi keluarga yang sudah turun temurun untuk membuat Karangan dan menjualnya. Sampai sekarang sudah generasi keempat.
"Paling tidak sedesa dulu ada 50-an orang yang membuat Karangan," kenang Yatno, suami dari Rukidem. "Sekarang kalau mau cari bahannya jauh," lanjutnya.
Dikarenakan mencari bahan rumput lautnya yang sulit dan proses pembuatannya yang memakan waktu yang lama, warga sekitar tempat tinggal Rukidem tidak memproduksi Karangan kembali. Untuk memproduksi Karangan, keluarga Rukidem harus bertolak ke Cilacap untuk mendapatkan rumput laut. Rumput laut ini didatangkan langsung dari Pulau Nusakambangan. Pulau ini merupakan wilayah yang sangat cocok untuk budidaya rumput laut. Sebenarnya di Gunungkidul pun ada nelayan yang mencari rumput laut. Namun, tidak terlalu banyak rumput laut yang bisa didapatkan di sana.
Rumput laut yang digunakan untuk membuat Karangan yang biasanya menempel di batu-batu karang atau tumbuh di seputaran batu karang. Biota laut ini hanya ramai dijual satu tahun sekali. Suhu permukaan perairan di Indonesia yang dipengaruhi oleh kondisi meteorologis membuat rumput laut hanya tumbuh mengikuti pola arus musiman.
"Mencari rumput lautnya kalau kemarau. Kalau nggak kemarau, nggak musim," ujar Rukidem. Oleh karena hanya musiman, biasanya Rukidem langsung membeli rumput laut dalam jumlah yang banyak dan menyimpan setelah sebelumnya melewati proses penjemuran di bawah terik matahari selama beberapa waktu. Rumput laut yang sudah dalam keadaan kering dapat bertahan hingga 3 tahun lamanya.
Tahap selanjutnya setelah proses penjemuran adalah rumput laut melewati proses penyortiran. Bagian rumput laut yang tidak layak serta kotoran-kotoran yang masih menempel dihilangkan. Butuh ketelitian ekstra untuk memilah rumput laut ini. Selepas itu baru dicuci sampai bersih dan siap untuk memasak. Di dapur berukuran sekitar 4x3 meter Rukidem biasanya merebus rumput laut. Dinding-dinding dapur hanya terbuat dari anyaman bambu yang tidak semua bagian tertutup, masih ada bagian atas yang dibiarkan terbuka. Dinding-dinding anyaman bambu itu sudah dipenuhi dengan jelaga hitam yang berasal dari sisa pembakaran kayu di tungku tradisional. Ada dua luweng di sana. Rukidem memang masih menggunakan kompor tradisional ini untuk memasak karangan.
Karangan yang sudah dicuci bersih dimasukkan dalam air asam yang telah mendidih. Air asam ini berfungsi untuk mempercepat hancurnya rumput laut. Air asam bisa dibuat dengan air dicampur buah asam, daun buah asam, atau mangga, yang penting airnya mengandung asam. Bukan asal menakar saja, Rukidem biasannya membuat perbandingan 1,5 kilogram rumput laut dimasukkan dalam setengah lebih air asam dalam kuali besar. Memasaknya memang harus menggunakan kuali dari tanah atau gerabah karena jika menggunakan kuali aluminium tidak akan kuat. Proses memasak rumput laut membutuhkan waktu agak lama, yakni sekitar 3 jam. Selama proses perebusan, rumput laut sambil diaduk-aduk. Tidak lupa diberi pewarna makanan berwarna hijau agar tampilannya lebih menarik.
Setelah air rebusan sudah menyatu dengan rumput laut dan membentuk gel, tahap selanjutnya adalah menuangkan dalam cetakan berupa batok atau tempurung kelapa. Rebusan rumput laut kemudian didiamkan supaya dingin dan semakin mengental. Usai itu Karangan siap dilepaskan dari cetakan dan siap dikonsumsi.
Karangan yang memiliki serat tinggi dan sangat baik untuk pencernaan ini berasa tawar karena tidak ditambah bumbu apapun. Teksturnya kenyal dan rumput lautnya masih terasa sehingga sedikit kasar atau krenyes. Untuk menyantapnya, biasanya disertai dengan botok mlandingan yang terbuat dari kelapa parut dan biji mlanding atau petai cina. Rasanya cenderung gurih-pedas. Botok ini juga sekaligus untuk menyamarkan aroma khas laut (amis) dari Karangan yang belum hilang meski sudah diproses cukup lama. Selain dengan botok mlanding, Karangan bisa dimakan bersama kethak hitam yang terbuat dari kerak santan dicampur dengan bumbu-bumbu tertentu.
Dikarenakan kudapan lokal Karangan sudah mulai langka, lapak Rukidem selalu ramai dikunjungi pembeli di pagi hari. Bahkan, ada juga pedagang yang membeli Karangan dalam jumlah banyak kemudian dijual kembali di pasar lain.
"Kalau pagi-pagi itu banyak yang beli, kalau sudah siang nanti tidak terlalu ramai," pungkas Rukidem.
Text Sari Jauharoh
Copyright © 2018 YogYes.com
Cara menuju ke sana:
Dari Titik Nol Kilometer - Jalan Jenderal Ahmad Yani - Jalan Parangtritis - Jalan Pasar Turi - Pasar Turi