MUSEUM AFFANDI
Kapsul Semesta Affandi Koesoema

Jl. Laksda Adisucipto No.167, Papringan, Caturtunggal, Depok, Sleman, DI Yogyakarta (0274) 562-593 Lihat peta

Museum Affandi adalah kapsul semesta Affandi, Sang Grandmaster seni lukis kebanggaan Indonesia. Seluruh aspek kehidupannya terabadikan di sini. Dari awal sampai akhir karirnya sebagai pelukis kelas dunia, sampai hidup dan matinya sebagai manusia biasa.

Diperbarui tgl 23 Desember 2021

Interior Galeri I Museum Affandi

Interior Galeri I Museum Affandi
(YogYes.com / Jaya Tri Hartono)

Jam Buka Museum Affandi
Senin - Sabtu: pukul 09.00 - 16.00 WIB
(tempat ini ditutup untuk pengunjung pada hari Minggu, hari Senin pertama di setiap bulan dan hari libur nasional, kecuali dengan perjanjian)

Tiket Masuk Museum Affandi (2018)
Rp100.000 Internasional (gratis soft drink, souvenir); discount 50% pelajar dan orang tua berumur 60 tahun ke atas
Rp50.000 Local (gratis soft drink, souvenir); discount 50% pelajar dan orang tua berumur 60 tahun ke atas
Rp15.000 untuk rombongan pelajar minimal 25 orang
Rp30.000 (kamera)
Rp20.000 (kamera HP)

Sebagai salah satu pusat pariwisata Indonesia, Yogyakarta memiliki beberapa museum yang menarik untuk kita kunjungi. Ada museum kebudayaan Ullen Sentalu yang bangunannya duduk begitu indah dan asri di bawah lereng Merapi. Ada Museum Sonobudoyo, di salah satu sudut Alun-Alun Utara, yang menampung hampir 63 ribu koleksi dari berbagai macam kategori. Ada museum kekinian, seperti De Mata dan De Arca di XT Square, yang cocok untuk penggemar swafoto.

Baca juga:

Dari berbagai museum di atas, salah satu yang banyak menarik wisatawan adalah Museum Affandi. Di museum seluas 3.500 meter persegi ini, kita dapat melihat dan membayangkan kehidupan Affandi dan keluarganya semasa beliau hidup, sekaligus mencecap sekitar 300 karya dari 4000-an karya-karya lukis yang dihasilkan sepanjang karirnya yang terkenal itu. Singkatnya, museum Affandi menampung seluruh rentang dan sisi kehidupan Affandi Koesoema, baik sebagai seniman (as an artist) maupun sebagai manusia biasa (as a person).

Sebagai seorang seniman, di museum yang terdiri dari tiga galeri, studio, kafe, restoran, dan beberapa bangunan obyek outdoor ini kita bisa melihat perjalan karir Affandi mulai dari masa-masa awal pencarian identitas, masa-masa gemilangnya, dan masa akhir karirnya ketika maut sudah di ambang pintu.

Di Galeri I, yang seperti bangunan lain di kawasan museum berbentuk daun pisang bila dilihat dari atas, ditampilkan koleksi lukisan retrospektif yang mencoba melacak perkembangan gaya Affandi dari awal sampai akhir. Berdasarkan tuturan Mbak Irvani, pemandu saya saat berkunjung, Affandi memulai dengan gaya naturalis. Salah satu karyanya dalam aliran ini adalah "Self Portrait" dari tahun 1938, yang merupakan satu dari sekian banyak lukisan potret diri yang diciptakan Affandi.

Namun, setelah ia terpapar dengan karya-karya pelukis Eropa, Affandi mulai terpengaruh gaya impresionisme Perancis. Salah satu lukisan Affandi dari fase melukisnya yang ini adalah "Moeder" yang, seperti "Self Portrait", juga ada di Galeri I.

Setelah itu, perlahan-lahan gaya ekspresionisme mulai dirambah Affandi. Pada awalnya, ia menggunakannya hanya sebagai perangkat ekspresif atau dekoratif, seperti di lukisan berjudul "Mother Inside The Room" yang menampilkan adegan ibunya dengan sedih masuk ke dalam kamar setelah ia mengabarkan perihal kepergiannya belajar ke India dalam waktu dekat.

Namun, suatu hari, saat Affandi melukis dan kuasnya tiba-tiba hilang, ia yang tidak sabaran langsung saja melukis menggunakan tube cat minyaknya. Pada saat inilah ia bertemu dengan teknik banyak disebut sebagai pelototan, yang memberikan efek garis-garis impasto ekspresif pada kanvas Affandi. Dengan pertemuannya ini, Affandi beralih total ke aliran ekspresionisme dan menemukan suaranya sendiri, suara yang akhirnya bergaung dari Asia, Eropa, sampai Amerika.

Di Galeri I museum Affandi, contoh lukisan menakjubkan setelah pria yang diberi gelar Sang Grand Maestro di Florence ini menemukan jati dirinya adalah "Parangtritis at Night" dari tahun 1984. Seperti yang dijelaskan judulnya, lukisan ini berisi suasana malam salah satu pantai paling terkenal di Yogyakarta itu. Dalam lukisan ini Affandi menampilkan laut yang nampak begitu liar dan ganas tetapi indah dalam saat bersamaan.

Masa keemasan Affandi, akan tetapi, harus berhenti juga. Setelah sakit-sakitan untuk beberapa lama, Affandi akhirnya berhenti menciptakan lukisan. Lukisan terakhirnya adalah "Embrio", sebuah lukisan self-portrait dari tahun 1989 yang disimpan di Galeri I Museum Affandi.

Selain memperkenalkan kita pada Affandi sebagai seniman, mengunjungi museum yang terletak begitu strategis di Jl. Laksda Adisucipto ini juga memperlihatkan pada kita serpih-serpih sisi Affandi sebagai manusia biasa. Kembali ke Galeri I, kita lihat medium-medium dari beberapa lukisannya yang terbuat dari goni dan kertas sobekan, bukti masa-masa susahnya saat merintis karir sebagai seniman. Kita lihat pula kendaraan-kendaraan kesukaannya semasa hidup, Mitsubishi Gallant 1970 dan dua sepeda ontel; serta penghargaan dan diploma yang pernah diterimanya yang menjadi bukti kesuksesannya kemudian.

Masih di dalam kompleks museum, kita jumpai misalnya bekas kediaman Affandi dan keluarganya ketika beliau masih hidup. Sekarang, rumah dua lantai ini sudah tidak lagi difungsikan sebagai rumah tinggal. Lantai satu dari rumah difungsikan sebagai kafe, tempat pengunjung menukarkan tiket dengan soft drink gratis, juga tempat beristirahat setelah letih berkeliling museum. Sementara itu, lantai dua rumah yang dulunya adalah kamar tidur Affandi sekarang bisa kita lihat dari luar. Meskipun kita tidak bisa masuk, penataan ruangan yang masih dibiarkan seperti ketika Affandi hidup bisa dengan leluasa kita perhatikan dari balik kaca jendela.

Akhirnya, di antara Galeri I dan II, kita bisa juga mengunjungi kuburan Affandi yang meninggal tahun 1990 dan Maryati yang meninggal 1991. Yang dijuluki pasangan ajaib oleh beberapa orang karena dinamika kehidupan mereka.

Terlepas dari sosok Affandi, museum ini juga memamerkan dan menjual karya-karya istri dan keturunannya. Di Galeri III, kita bisa menikmati karya Maryati, Kartika, dan Rukmini. Sementara itu, di Studio Gajah Wong I, kita bisa melihat lukisan-lukisan Didit, cucu Affandi dari Kartika. Akhirnya, di Studi Gajah Wong II, yang dulunya adalah ruang kelas melukis, sekarang sudah dijadikan restoran yang menjual pasta dan steak premium. Setelah mengunjungi museum, kita bisa makan siang dan beristirahat di sini sebelum beranjak pulang.

Cara menuju ke sana:
dari Titik Nol Kilometer - Jl. Raya Jogja - Jl. Timoho - Jl. Laksda Adisucipto - Museum Affandi berada di sebelah kiri

Baca juga:
view photo