CANDI SARI
Hikmatnya Biara Berhiaskan Relief Bodhisatwa

Bendan, Tirtomartani, Kalasan, Bendan, Tirtomartani, Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Lihat peta

Indah relief-relief andesit biara biksu Mataram kuno ini makin nikmat sebab susana kawasan candi yang hikmat.

Diperbarui tgl 30 Desember 2021

Candi Sari

Candi Sari
(YogYes.com / Jaya Tri Hartono)

Waktu Buka Candi Sari
Senin - Minggu: pukul 08.00 - 15.00 WIB

Harga Tiket Masuk Candi Sari (2018)
Rp5.000 Wisatawan Nusantara
Rp10.000 Wisatawan Mancanegara

Siang. Setelah melintasi ramai lalu lintas Jl. Raya Solo, lalu membelok masuk ke Dusun Bendan, sampailah kami di gerbang pagar situs Candi Sari yang dikelilingi rumah-rumah warga. Satu-dua orang menoleh sekilas begitu derung motor kami memecah sunyi. Namun, setelah beberapa saat, mereka kembali melanjutkan aktivitas masing-masing. Begitupun dengan kami yang memarkir kendaraan dan melangkah masuk ke kawasan candi.

Baca juga:

Sunyi dan tenang. Yang terlihat bergerak hanya burung-burung kecil berpindah dari satu pohon ke pohon lain di sekeliling halaman candi yang memang hijau dengan pepohonan dan rerumputan. Sesekali angin membuat pohon juga berayun pelan. Suasana ini sunyi bukannya membuat kami kecewa, malah membuat hinggap sensasi hikmat yang terasa memang pantas saat bersihadap dengan bangunan candi yang sudah berdiri jauh sebelum kami sendiri ada.

Candi Sari adalah candi Buddha yang dibangun pada abad VIII oleh Rakai Panangkaran, dan ditujukan sebagai biara bagi biksu-biksu yang bekerja di Candi Tara, 200 meter arah utara Candi Sari. Latar belakang pembangunannya terpahat dalam prasasti Kalasan yang menyebutkan perintah para penasehat keagamaan Kerajaan Mataram pada raja untuk mendirikan candi pemujaan bagi Dewi Tara dan biara untuk biksu yang akan bekerja di sana. Sebab prasasti ini bertahun 778 CE, bisa disimpulkan bahwa bersama Candi Kalasan, candi yang terdiri dari pondasi, tubuh, dan atap ini merupakan bangunan Budha tertua di Yogyakarta.

Selain tertua, menarik pula bahwa candi ini mencerminkan kerukunan umat beragama masyarakat Hindu-Budha pada saat itu. Terbukti, Raja Mataram Kuno II yang beragama Hindu bersedia membuat dua bangunan megah sebagai fasilitas keagamaan rakyatnya yang beragama Buddha.

Bahwa dinamika masyarakat penganut kedua agama tersebut rukun, dibenarkan oleh Silverio Raden Lilik Aji Sampurno, dosen Ilmu Sejarah Universitas Sanata Dharma, yang menulis pada pesan WhatsApp-nya pada kami, "Keduanya memang saling menghormati. Apalagi konsep dasar penduduk saat itu adalah menghormati alam ciptaan yang Maha Agung."

Menarik pula, bahwa berbeda dengan mayoritas bangunan bersejarah lain yang disebut "candi", candi yang sedikit mirip kenampakannya dengan Candi Plaosan ini, tidak digunakan sebagai kuil pemujaan. Seperti yang sudah disinggung tadi, Candi Sari benar-benar hanya digunakan sebagai biara. Dengan kata lain, digunakan untuk belajar, berdiskusi, dan bertapa para biksu. Sebagian ahli bahkan menambahkan fungsinya juga sebagai tempat tinggal para biksu. Nama "sari", karena itu, berasal dari kata "sare" yang berarti tidur.

Namun, kelompok ahli lain menjelaskan bahwa kata sari sebenarnya merujuk pada arsitektur candi ini yang indah, seperti yang ditulis Garsinia Lestari dalam bukunya "Mengenal Lebih Dekat Candi Nusantara." Memang benar, Candi Sari terlihat indah.Tanpa dekorasi, bangunan candi yang seluruhnya terbuat dari batu andesit ini sebenarnya sudah cukup menawan, tetapi berkat dekorasi pahatannya, candi ini menjadi semakin memikat mata.

Pahatan Candi Sari terdiri atas empat jenis, sebagian masih terlihat terlapis bajralepa yang berwarna putih. Paling memikat adalah 36 relief Bodhisatwa, atau calon Buddha, bersikap lemah gemulai hampir seukuran manusia sungguhan yang tersebar di keempat sisi dinding candi. Terdiri dari sosok pria dan wanita, sosok Bodhisatwa wanita di Candi Sari tidak lain adalah Dewi Tara, yang merupakan pusat pemujaan biksu-biksu yang tinggal di sini. Selain Bodhisatwa, ada pula relief kinara-kiniri, atau makhluk kahyangan yang setengah burung setengah manusia, yang menambah pesona sekeliling dinding Candi Sari. Sementara itu, di atas pintu, jendela-jendela, dan relung-relung candi terdapat ukiran setengah muka Kalamakara, yang tampil lebih menawan dibandingkan seram. Lain lagi ukiran sulur-sulur di beberapa titik yang juga makin membuat dinding-dinding candi makin molek. Belum cukup sampai di situ, di bagian atas candi terlihat jaladwara yang juga memiliki fungsi artistik selain sebagai saluran air hujan. Akhirnya, di bagian belakang candi terlihat tiga buah relief kumuda, yakni gambaran daun dan bunga yang mencuat keluar dari jambangan. Begitu banyak detail Candi Sari, begitu indah.

Ini baru dari luar saja. Masuk ke dalam, kami pun dibuat kagum oleh interior candi yang telah mengecap perjalanan waktu lebih seribu tahun. Ada tiga bagian ruangan, atau kamar, berukuran 3,48 meter x 5,80 meter yang paralel dengan baris-baris stupa di atap. Dan karena candi terdiri dari dua lantai, maka secara total, ada enam ruangan. Hanya saja, sekarang ruangan lantai atas sudah bergabung dengan lantai bawah karena bahan kayu yang digunakan di lantai dua sudah hilang, tersisa bekas-bekas penyangga balok yang masih bisa dilihat di dinding-dinding. Di kamar-kamar ini, seperti di bagian luar, terdapat relief Kalamakara di bagian atas jendela dan relung-relung yang dulunya digunakan sebagai tempat menaruh arca. Baik di luar, maupun di dalam, detail dekorasi Candi Sari mempesona. Makin nikmat sebab susana kawasan candi yang hikmat.

Karena suasananya yang hikmat siang itu, kami tidak hanya bisa menikmati setiap rincian dari candi ini. Kami pun bisa duduk bersantai di atas rerumputan di bawah teduh pohon sekelilingnya untuk memejamkan mata sejenak dan mengosongkan pikiran, yang pada dasarnya mirip dengan meditasi biksu-biksu yang dulu beraktivitas di Candi Sari.

Cara menuju ke sana:
Dari Titik Nol Kilometer - Kanan ke Jl. Raya Jogja - Kiri ke Jl. Janti - Kiri ke Jl. Majapahit - Kanan ke Jl. Raya Solo - Yogyakarta - Kiri ke jalan kecil setelah Depot Es Kelapa Muda Mbak Endang Kalasan - Candi Sari.

Baca juga:
view photo