GUA KISKENDO
Sepenggal Kisah Ramayana yang Tertinggal di Gua

Jatimulyo, Girimulya, Kulon Progo, Yogyakarta, Indonesia Lihat peta

Gua Kiskendo menawarkan pengalaman menelusuri keelokan lorong panjang berliku berhias stalagtit serta jejak sepenggal kisah Ramayana yang tertinggal dalam perut bumi.

Diperbarui tgl 23 Desember 2021

Stalaktit terlihat lebih dramatis saat disinari

Stalaktit terlihat lebih dramatis saat disinari
(YogYes.com / Daniel Antonius Kristanto)

Tiket Masuk Kawasan Pantai Glagah, Congot, Trisik, Waduk Sermo, Goa Kiskendo, Puncak Suroloyo, dan Kolam Renang Tanjungsari 2018
Rp 5.000

Jam Buka Gua Kiskendo
Senin - Minggu: pukul 08.00 - 17.00 WIB

Mata kami seketika terpana oleh pemandangan relief yang terpahat pada tebing-tebing batu di sekitar pintu masuk gua. Ukuran relief yang besar dan terjaga membuatnya semakin nyata. Setiap fragmen yang terpahat melemparkan saya pada Ramayana, sebuah epos paling legendaris di dunia, kisah perebutan Dewi Shinta antara Rama dan Rahwana.

Baca juga:

Namun, tak banyak yang tahu bahwa awal mula persekutuan Rama dan kerajaan kera tak bisa dilepaskan dari cerita pertempuran yang tak kalah sengitnya, yaitu pertempuran antara Mahesasura dan Lembusuro melawan Subali manusia kera. Maka di Goa inilah kita akan menelusuri kisahnya.Tak seperti kebanyakan gua yang hanya bisa dinikmati keelokannya, Gua Kiskendo menawarkan dua hal, sebuah kisah sekaligus keindahan.

Memasuki mulut gua kita akan disambut oleh puluhan sarang laba-laba yang menempel di bibir gua. Sementara akar pepohonan saling berkait di beranda. Matahari yang garang perlahan semakin tak bernyali mengikuti kami yang mulai menuruni dinginnya undak-undakan. Semakin lama semakin gelap hingga terang hanya bisa didapatkan dari headlamp yang mulai kami nyalakan. Sepanjang jalur penelusuran ini telah dialasi beton sehingga tak harus menjadi seorang caver profesional bila ingin menelusurinya. Meski begitu tetesan air dari stalagtit yang membentuk lubang-lubang kecil serta hawa dingin membuat penelusuran kali ini tak kalah mendebarkan.

Goa sedang sepi, hanya kami berdua dan seorang guide yang dengan setia menceritakan setiap lorong gua yang konon adalah istana dari kakak beradik berkepala kerbau dan sapi sekaligus medan pertempurannya melawan Subali. Seketika saya membayangkan bagaimana pertempuran itu terjadi, bagaimana kecemasan Sugriwa yang menunggu dengan was-was keselamatan kakaknya yang tengah bertempur dengan kakak beradik Mahesasura dan Lembusuro di dalam gua. Pun saat melihat sebuah lubang besar menuju langit di atas kepala, saya seolah benar-benar sedang melihat drama kepanikan Subali yang terkurung lantaran pintu masuk yang tertutup batu sehingga harus menjebol langit-langit gua untuk bisa keluar.

Total ada 9 situs pertapaan yang ada di sana, masing-masing adalah Pertapaan Tledek, Kusuman, Padasan, Santri Tani, Semelong, Lumbung Kampek, Selumbung, Seterbang, dan Sekandang. Di tengah-tengah gua, dekat sebuah ruangan yang serupa dengan aula kecil, terdapat gentong berisi air. Air yang berasal dari tetesan stalagtit tersebut bisa kita minum untuk melepas dahaga setelah menelusuri setiap lorong gua sejauh sekitar 1 km.

Menelusuri Gua Kiskendo telah membuat saya seolah sedang menonton pementasan teater dengan artistik sebuah karya masterpiece garapan seorang seniman. Sementara relief yang terpahat indah di sekitarnya serupa prosa yang dibacakan dengan suara merdu nan berat oleh seorang narator. Pandangan perlahan semakin terang, matahari kembali benderang. Pementasan telah berakhir.

Baca juga:
view photo