PANTAI WOHKUDU
Pantai Kamping di Bawah Lindungan Tebing-Tebing

Girikarto, Panggang, Gunungkidul, Yogyakarta, Indonesia Lihat peta

Inilah pantai yang menawarkan banyak alasan untuk mendirikan tenda di lahan-lahan kemahnya yang dilindungi oleh tebing-tebing.

Diperbarui tgl 30 Desember 2021

Tenda, Woh Kudu, dan Bima Sakti

Tenda, Woh Kudu, dan Bima Sakti
(YogYes.com / Jaya Tri Hartono)

Waktu Buka Pantai Wohkudu
Setiap hari: buka 24 jam

Harga Tiket Masuk (2018)
Tiket Masuk Motor - Rp2.000
Tiket Masuk Mobil - Rp5.000
Tiket Masuk per Kepala - Rp2.000

Harga Parkir Kendaraan
Motor menginap - Rp7.000
Motor tidak menginap - Rp3.000
Mobil maksimal 4 jam - Rp5.000
Mobil lebih dari 4 jam tidak menginap - Rp10.000
Mobil menginap - Rp15.000

Harga Berkemah
Sukarela (Kami memberi Rp20.000)

Harga Toilet
Buang Air Kecil Rp3.000
Buang Air Besar Rp5.000
Mandi Rp5.000
Wudhu dan Air untuk Masak Gratis

Harga di Warung
Makanan dan Minuman lebih mahal Rp2.000 - Rp3.000 dari harga normal.
Kayu Bakar Rp15.000

Kabupaten Gunungkidul sudah lama terkenal dengan puluhan pantainya yang menarik hati. Terbentang dari perbatasan dengan Kabupaten Bantul di sebelah barat dan Provinsi Jawa Tengah di sebelah timur, ada 100-an pantai yang siap mewadahi keinginan kita melepas penat dari hilir mudik kota dengan bermain air laut, memancing, memandang senja atau sunrise, sampai berkemah. Nah, salah satu pantai yang cocok untuk kegiatan terakhir ini adalah pantai mini Wohkudu yang terletak di Gunungkidul sebelah barat. (Dengan catatan, cocok bagi kita yang tidak termasuk ke golongan orang-orang yang senang bila pengalaman berkemah mereka semakin mirip pengalaman Robinson Crusoe.)

Baca juga:

Dibandingkan pantai-pantai lain seperti Indrayanti, Krakal, atau Pok Tunggal, Wohkudu sebenarnya baru belakangan terkenal. Tahun 2016, mayoritas media online masih menulis mengenai betapa "masih sepi"-nya dan belum adanya fasilitas apa-apa di pantai Wohkudu. Pernyataan ini ditambah meyakinkan dengan foto-foto hijaunya pantai bertemu Samudera Hindia yang hanya dihiasi satu gubuk pancing nelayan sekitar. Wohkudu memang telat berbenah, akan tetapi kini beberapa fasilitas di area pantai ini sudah disiapkan untuk memudahkan pengunjung. Seperti yang dialami sendiri oleh Tim YogYes saat berkemah sehari semalam di pantai yang terletak di Desa Girikarto ini beberapa waktu yang lalu. Pantai Wohkudu yang dulunya kosong tanpa fasilitas apapun, sekarang sudah lengkap dengan fasilitas Mandi, Cuci, Kakus (MCK); warung yang menjual makanan kecil hingga nasi goreng; dan musala. Woh Kudu yang dulunya sepi, sekarang sudah ramai siang dan malam.

Alasan utama mengapa Pantai Wohkudu cocok untuk berkemah adalah keberadaan dua tebing pelindung di sebelah kiri dan kanan pantai yang tingginya sekitar dua puluh meteran dan panjangnya jauh sampai ke jalan masuk, seakan memeluk semua lahan perkemahan yang ada di Wohkudu. Kedua tebing ini melindungi dari kencangnya angin kala malam dan panasnya sinar matahari kala siang. Tentu saja angin masih datang dari dua penjuru lagi dan matahari akhirnya panas juga bila kita berkemah jauh dari tebing, tetapi tanpa kedua tebing pelindung ini, angin dan teriknya matahari akan jauh lebih ganas.

Alasan lain Pantai Wohkudu cocok untuk berkemah tentunya adalah ketersediaan lahannya yang meski tidak terlalu luas, tetapi relatif datar sehingga nyaman sekali untuk mendirikan tenda. Lahan perkemahan di Wohkudu terbagi atas tiga, tersusun rapi seperti punden berundak, tetapi dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Ada lahan pertama yang langsung menyambut ketika kita melihat pantai Wohkudu dari jauh. Di lahan pertama ini, kita jauh dari risiko tersapu gelombang dan kita bisa membuat api unggun. Turun satu kali, kita berada di lahan kedua, yang sama persis seperti lahan pertama dalam hal lain kecuali luas lahannya lebih besar dan jaraknya dengan garis pantai lebih dekat. Akhirnya, turun satu lagi, kita sampai di pasir putih Pantai Wohkudu yang juga merupakan lahan kemah ketiga. Keuntungan berkemah di sini kita bisa begitu dekat dengan debur samudera yang tak pernah berhenti sepanjang usia waktu. Namun sayangnya, di sini ada dua kekurangan: kita tidak bisa membuat api unggun, sesuai dengan peraturan pantai, dan kita juga berisiko tersapu ombak bila pasang datang.

Terakhir, pantai yang katanya termasuk ke dalam wilayah jelajah kera liar ini cocok untuk berkemah karena fasilitasnya yang sangat menunjang. Fasilitas MCK di pantai ini sudah sangat baik. Sudah ada lima bilik-bilik mandi dan buang air yang kerennya (no pun intended) dialiri oleh air bersih PDAM. Di samping itu, ada warung-warung yang menyediakan semua yang kita butuhkan selama berada di Wohkudu. Ada makanan kecil, air minum, sampai makanan besar yang dimasak sendiri oleh pemilik warung. Warung ini juga menyediakan kayu bakar bagi kita yang ingin membuat api unggun tanpa repot-repot membawa kayu sendiri. Berjejer dengan warung-warung ada tempat salat yang pada waktu ibadah selalu ramai dengan mereka yang berjamaah. Sementara itu, fasilitas parkir yang tidak kalah pentingnya juga sudah memungkinkan kendaraan baik roda empat maupun roda dua menginap dengan aman, meskipun ditinggal jauh ke pantai. Di Wohkudu, warga sekitar sudah membangun tempat parkir beratap di tepi jalan yang dijaga dua puluh empat jam.

Namun, bila amat cocok untuk berkemah karena alasan-alasan di atas, pantai ini sayangnya tidak cocok untuk bermain air atau untuk melihat matahari terbit atau tenggelam, dua hal lain yang sering dilakukan di pantai. Tepat setelah garis pantai, bukannya pasir lembut seperti misalnya di Pantai Sadranan, di Pantai Wohkudu kita disambut batuan karang besar yang permukaannya bisa melukai. Dan bukan hanya karangnya saja, penghuninya juga ada yang bisa melukai. Meskipun kebanyakan flora dan faunanya tidak berbahaya seperti ikan dan rumput laut, ada tersembunyi di antara batu karang ini duri-duri yang siap menusuk kaki kita dan menyisakan rasa tidak nyaman yang sampai seminggu tidak hilang juga. (Saat saya menulis artikel ini, kaki saya yang terkena duri-duri halus di Wohkudu masih terus gatal dan membenjol).

Pantai Wohkudu juga tidak tepat sebagai tempat melihat matahari terbit atau tenggelam. Alasannya, di sini matahari bangkit dan tergelincir tidak ke dalam laut, tetapi ke balik kedua bukit yang sudah saya bahas di atas. Jadi jangan harap datang ke sini untuk menikmati pemandangan laut menelan dan memuntahkan matahari.

Namun, bila kita sedang mencari tempat cocok untuk mendirikan tenda untuk bulan madu romantis dengan pasangan, membakar api unggun sambil bersenda gurau dengan sahabat, atau terbaring sendiri menatap bintang dan galaksi yang telanjang tanpa polusi cahaya kota, Pantai Wohkudulah pilihannya.

Cara menuju ke sana:
Titik Nol Kilometer - Jalan Panembahan Senopati - Jalan Brigjen Katamso - Jalan Kolonel Sugiyono - Jalan Sisingamangaraja - Jalan Imogiri Barat - Jalan Bangkulan Imogiri - Jalan Imogiri Siluk - Jalan Siluk Panggang - Jalan Raya Panggang Wonosari - Jalan Tanpa Nama - Pantai Wohkudu

Baca juga:
view photo