SENDRATARI SUGRIWA SUBALI
Legenda Gua Kiskendo dalam Gemulai Tari

Tak hanya mendengar kisahnya dari para pemandu atau menyaksikan penggambarannya melalui relief gua, legenda Gua Kiskendo pun divisualisasikan dalam gerak gemulai tarian yang diiringi merdunya suara tabuhan gamelan.

Diperbarui tgl 23 Desember 2021

sendratari sugriwa subali

(YogYes.com / Jaya Tri Hartono)

Untuk sementara tidak ada pementasan karena sepi peminat.

Jalan masuk ke kawasan Gua Kiskendo tampak padat dengan kendaraan bermotor. Para petugas parkir dengan rompi hijau menyala terlihat sibuk di sana-sini mengatur kendaraan agar terparkir rapi. Dari kejauhan sudah terdengar musik yang berasal dari tabuhan gamelan. Dalam hati saya pun bertanya, "Apa sudah dimulai?". Kami pun buru-buru menuju ke pendopo setelah sebelumnya membayar tiket masuk area wisata Gua Kiskendo, tak mau ketinggalan lebih jauh lagi. Alangkah leganya ketika kami sampai di area dekat pendopo, ternyata pertunjukan belum dimulai. Panggung sederhana yang dibangun tak jauh dari pendopo masih terlihat kosong tanpa penari yang meliak-liuk lincah di atasnya. Hanya terlihat para wiyaga yang menabuh gamelan mengiringi tembang yang dinyanyikan para waranggana dan wiraswara. Sementara itu, di dalam pendopo para pemain tampak bersiap-siap dengan riasan dan kostum masing-masing.

Baca juga:

Kisah Subali Sugriwa yang merupakan bagian dari epos Ramayana karya Walmiki, berkembang sebagai legenda di Gua Kiskendo, Jatimulyo, Kulonprogo. Kisah tentang dua kakak beradik wanara yang diutus para dewa untuk menyelamatkan Dewi Tara dari cengkraman Mahesasura dan Lembusura, namun berujung pada perselisihan kedua bersaudara. Tak sekedar mendengar cerita dari pemandu wisata, kali ini YogYES berkesempatan menyaksikan secara langsung visualisasi legenda tersebut dalam bentuk Sendratari Kolosal Sugriwa Subali, yaitu pertunjukan drama tanpa kata yang dikisahkan lewat tembang-tembang Jawa serta dipadukan dengan gerak gemulai tarian para pemerannya.

Setelah beberapa saat menunggu para pemain bersiap-siap, pertunjukan yang kami nanti pun dimulai. Tanah-tanah berundak yang tertutup rerumputan di depan panggung menjadi lokasi pilihan kami untuk menyaksikan pementasan, di bawah naungan sebuah pohon rindang yang entah apa jenisnya. Pementasan diawali dengan semacam tarian persembahan sebagai tradisi ungkapan syukur berupa arak-arakan gunungan hasil bumi yang diiringi tarian para dayang. Bagian menarik pun terjadi beberapa saat setelah para dayang usai menari. Saat kera-kera Gua Kiskendo menyerbu gunungan dan melempar-lemparkan tomat, terong, kacang panjang serta berbagai isi gunungan lainnya ke arah penonton, termasuk kami. Sementara para kera tampak tertawa kegirangan, beberapa orang yang duduk lebih dekat dengan panggung terlihat berseru histeris sambil menutupi wajah menghindari serangan. Alih-alih marah, para penonton yang terkena peluru nyasar malah ikut tertawa setelah tak ada lagi hasil bumi yang berterbangan.

Tak seperti legenda aslinya, karena beberapa alasan tak semua detail cerita dikisahkan dalam sendratari yang berdurasi sekitar satu jam ini. Alur cerita diawali dengan tugas yang diberikan kepada Sugriwa Subali untuk menyelamatkan Dewi Tara, putri Dewa Indra yang diculik oleh Mahesasura dan Lembusura. Untuk menghadapi Mahesasura dan Lembusura yang dikenal sakti, para dewa pun memberikan Aji Pancasona pada Subali. Kakak beradik wanara itu pun kemudian berangkat ke Kiskendo, gua yang menjadi kerajaan Mahesasura dan Lembusura. Karena hanya Subali yang memiliki kesaktian Aji Pancasona, ia pun menyuruh adiknya Sugriwa untuk menunggu di luar gua ketika mereka terdesak. Subali juga berpesan kepada adiknya jika yang mengalir keluar gua adalah darah merah, maka Subali telah mengalahkan musuh-musuhnya. namun jika yang keluar darah putih, maka Subali telah dikalahkan dan Sugriwa harus menutup pintu gua dengan batu.

Sesuai pesan kakaknya, Sugriwa menutup pintu gua dengan batu ketika melihat cairan berwarna merah bercampur putih mengalir keluar dari dalam gua, mengira Subali telah tewas dengan salah satu musuhnya. Padahal warna merah dan putih yang diilustrasikan dengan bentangan kain dalam pementasan ini adalah darah Mahesasura dan Lembusura yang bercampur dengan isi kepala mereka karena pecah diadu oleh Subali. Kebingungan melihat pintu gua yang tertutup batu, Subali memutuskan melubangi bagian dalam gua untuk keluar. Sekali lagi kami dikejutkan dengan atraksi njeblug yang menarik dalam sendratari ini. Tiba-tiba saja Subali sudah muncul di atas bukit di area Gua Kiskendo setelah diawali dengan lemparan bebatuan buatan serta suara ledakan yang sepertinya berasal dari petasan. Pementasan pun berakhir dengan babak perselisihan kedua kakak beradik karena Subali mengira Sugriwa berkhianat demi mendapatkan Dewi Tara. Perselisihan pun baru berakhir setelah kedatangan Bathara Narada yang melerai keduanya.

Mengambil lokasi di panggung terbuka dengan latar tebing batu di alam terbuka, sendratari kolosal yang dilaksanakan sebulan sekali ini pun semakin membuat kami para penikmatnya berimajinasi pada kisah yang sesungguhnya. Terbayang suasana yang lebih dramatis jika pelaksanaan pementasan dilakukan pada malam hari dengan lighting warna-warni. Bahkan mungkin Sendratari Sugriwa Subali ini tak akan kalah megahnya dengan Ramayana Ballet di Candi Prambanan. Namun meskipun saat ini masih dilaksanakan pada siang hari tanpa pencahayaan, pementasan sendratari yang bisa menjadi ikon baru wisata di Kulonprogo ini tetap menghipnotis siapapun yang datang untuk menyaksikannya.

Glosarium:
njeblug: ledakan (dalam bahasa Jawa)
wanara: kera (berasal dari bahasa Sansekerta)
waranggono: penyanyi wanita dalam seni karawitan atau wayang; pesinden
wiraswara: penyanyi pria dalam seni karawitan atau wayang
wiyaga: penabuh gamelan

Cara menuju ke sana:
dari Titik Nol Kilometer - Jl. Raya Jogja - Jl. Timoho - Jl. Laksda Adisucipto - Museum Affandi berada di sebelah kiri

Baca juga:
view photo